Indonesia sebagai
negara dengan populasi penduduk terbesar ke 4 (empat) di dunia memiliki jumlah
Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang juga cukup besar, berdasarkan berbagai sumber, jumlah PNS di
Indonesia yaitu 4,7 juta orang atau sekitar 2% dari jumlah penduduk Indonesia. Ini sebenarnya merupakan jumlah yang masih
dapat dikatakan wajar jika dibandingkan dengan negara- negara tetangga di Asia
Tenggara, misalnya saja Malaysia 3,7 persen, Filipina 2,9 persen, Vietnam
2,1,Myanmar 1,7, dan Thailand 1,9 persen, serta Brunei Darussalam 11 persen.
Tapi seperti yang kita ketahui, bagaimana Pegawai negeri Sipil di negara kita
ini dicap negatif oleh publik, stereotip itu sangat lekat pada birokrasi kita
ini.
Pegawai Negeri Sipil
yang secara subtansial adalah berkewajiban memberikan pelayan prima kepada
masyarakat, justru mereka seolah- olah dilayani oleh masyarakat. Banyak
kritik yang bermunculan terhadap
manajemen kepegawaian di Indonesia, banyak topik- topik terkait reformasi
birokrasi, reformulasi sistem kepegawaian serta topik- topik yang mengarah ke
perbaikan lainnya, tapi sampai saat ini belum ada perubahan yang berarti pada
sistem manajemen kepegawaian di Indonesia.
Secara umum Pegawai Negeri diartikan
seorang yang berprofesi sebagai abdi negara, pelayan masyarakat yang diangkat
oleh negara setelah memenuhi syarat tertentu,
diserahi tugas dalam suatru jabatan negeri dan mem peroleh gaji
berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh negara. Yang termasuk dalam
pegawai negeri adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS), Tentara Negara Indonesia
(TNI) dan Polisi Republik Indonesia (POLRI). PNS sendiri terbagi menjadi dua,
yaitu pegawai negeri sipil pusat dan pegawai negeri sipil daerah. PNS pusat
gajinya dibebankan pada APBN (Anggaran pendapatan dan Belanja Negara) sedangkan PNS daerah gajinya dibebankan pada
APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah)
Definisi dari manajemen kepegawaian atau
manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut:
·
Menurut Sjanrazad Masdar, dkk (2009: 152)
Manajemen sumber daya manusia merupakan suatu sarana utama organisasi/ instansi
untuk mengelola atau menggunakan sumber daya yang dimiliki organisai yaitu SDM
secara efektif dan efisien. Dalam MSDM itu sendiri mempunyai fungsi- fungsi
penting, meliputi : Staffing, pengembangan SDM, penggajian, kebijakan yang
menjamin kesehatan dan keselamatan pegawai serta hubungan antar pegawai.
Dalam sektor publik, MSDM diartikan sebagai instrumen
pendukung bagi proses transformasi organisasi yang merubah input menjadi output
yang nantinya akan mempunyai nilai tambah bagi organisasi/ instansi serta
masyarakat luas. MSDM sektor publik memusatkan kajiannya pada pencapaian
kepuasan masyarakat sebagai customer yang harus dilayani.
·
tugas Manajemen Kepegawaian menurut Musanef
(1992 ) adalah :
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang secara garis besar telah ditentukan
oleh administrator dengan menitikberatkan pada usaha-usaha :
a. Mendapatkan pegawai yang cakap sesuai dengan kebutuhan organisasi.
b.Menggerakkan pegawai untuk tercapainya tujuan organisasi.
c. Memelihara dan mengembangkan kecepatan serta kemampuan pegawai untuk
mendapatkan prestasi kerja yang sebaik-baiknya.
·
Dari beberapa sumber yang saya baca, secara
garis besar makna dari manajemen kepegawaian sektor publik adalah sama, yaitu
sebagai upaya untuk mengatur serta mengelola SDM, dalam hal ini adalah pegawai
negeri yang dimaksudkan untuk upaya pencapaian kinerja yang efektif dan efisien
sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Sistem
kepegawaian di Indonesia mempunyai landasan/ pedoman, yaitu Undang- undang.
Undang- undang terkait sistem kepegawaian Indonesia antara lain:
1. UU NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN
2. UU NOMOR 43 TAHUN 1999
PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1974 TENTANG POKOK-POKOK KEPEGAWAIN
3.
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK NOMOR 11 TAHUN 1969
TENTANG PENSIUN
PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA/DUDA PEGAWAI
4.
PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 48 TAHUN 2005
TENTANG
PENGANGKATAN TENAGA HONORER MENJADI CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL
5.
PP
NO 96 Tahun 2000 TENTANG WEWENANG KEPANGKATAN, PEMINDAHAN DAN PEMBERHENTIAN PNS
6.
PP
NO 98 TAHUN 2000 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
7.
PP
NO 11 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PP NO 98 TAHUN 2000
8.
Dll.
Secara
normatif, menurut UU NO. 8 tahun 1974 (POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN) Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari. Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik
profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas
dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas,
mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun
sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan
demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara
jelas dan tegas serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang
benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh
dilakukan oleh seorangprofessional.Prinsip – prinsip umum yang dirumuskan dalam
suatu profesi akan berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan
perbedaan adat, kebiasaan, kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang
didefinisikan dalam suatu negara tidak sama.
Secara
umum, menurut pandangan berbagai pakar, seorang pegawai negeri harus mempunyai
nilai- nilai:
·
Tanggung jawab (responsif)
·
Profesionalitas
·
Kejujuran
·
Kebebasan (otonomi)
·
Keadilan
·
Idealisme
Penjelasan secara normatif dalam konteks kekinian sudah
banyak dipaparkan, sudah ada yang mengatur, yaitu Undang- Undang, tapi yang
terpenting adalah bagaimana sikap kita mengkritisi implementasi dari undang-
Undang itu sendiri. Sepertinya terlalu naif jika kita hanya menjelaskan nilai-
nilai yang normatif saja, untuk penjelasan selanjutnya, saya akan mencoba
menganalisis terkait isu- isu faktual sistem kepegawaian
Isu-
isu dan masalah terkait kepegawaian di indonesia
Secara
umum Keban (2004:17) menguraikan bahwa sistem manajemen PNS memiliki sejumlah
kelemahan mendasar antara lain:
(1)
lebih menonjolkan sisi administratif dari pada sisi manajemen khususnya
manajemen sumber modern;
(2) lebih bersifat sentralistis sehingga kurang
mengakomodasikan nilai efisiensi dan efektifitas dalam pencapaian tujuan
organisasi dari masing-masing instansi baik di pusat maupun daerah;
(3)
tidak terdapat prinsip check and balance dalam penyelenggaran manajemen
kepegawaian sehingga mendorong terjadinya duplikasi baik di tingkat pusat
maupun di daerah yang akhirnya menghambat prinsip akuntabilitas;
(4)
kurang didukung oleh sistem informasi kepegawaian yang memadai sehinga
berpengaruh negatif pada proses pengambilan keputusan dalam manajemen
kepegawaian;
(5)
tidak mampu mengontrol dan mengaplikasikan prinsip sistem merit secara tegas;
(6)
tidak memberi ruang atau dasar hukum bagi pengangkatan pejabat non karier;
(7)
tidak mengakomodasikan dengan baik klasifikasi jabatan dan standar kompetensi
sehingga berpengaruh negatif terhadap pencapaian kinerja organisasi dan
individu;
(8) keberadaan Komisi Kepegawaian Negara
kurang independen dan tidak jelas kedudukannya.
Selain
masalah tersebut, sebenarnya masih banyak lagi masalah terkait sistem
kepegawaian di Indonesia.Yang jadi persoalan selama lain misalnya masalah
distribusi yang tidak merata. Sebagai contoh penempatan guru. Saat ini
ada 1,7 juta guru PNS. Hanya saja, mayoritas ada di kota-kota besar.
Untuk daerah pedalaman dan perbatasan masih kurang. Sikap “ manja” dari PNS itu
yang mengakibatkan distribusi PNS yang
tidak merata. Jumlah PNS di kota- kota besar membludak, sedangkan di daerah
pedalaman jumlahnya sangat minim, dengan kualitas personal yang kurang memenuhi
target dan standar.
Menurut
kacamata pribadi saya, masalah utama dalam manajemen kepegawaian di Indonesia
berawal dari sistem remunerasinya. Isu yang paling sering muncul terkait
kinerja pegawai negeri adalah isu korupsi, sikap pegawai negeri yang tidak
disiplin, kurang profesional, tidak responsif, dan masalah personal lainnya.
Isu inilah yang memberikan
stigma buruk pada birokrasi kita, PNS dicap sebagai suatu wadah yang amat kotor
dengan berbagai problematika yang semakin hari semakin kompleks sehingga
memunculkan “public distrust”.
Dalam konteks manajemen kepegawaian,
masalah yang paling sering muncul adalah praktik nepotisme dan campur tangan
politik dalam pengadaan PNS. Manajemen penilaian kinerja yang masih sangat
tidak relevan, manajemen penggajian yang tingkat akurasinya masih sangat
rendah, job placement yang banyak menuai permasalahan.
Sebenarnya,
patologi manajemen kepegawaian ini terjadi dalam setiap fungsi MSDM, yang salah
bukan sepenuhnya terletak pada sistem nya, tapi sebagian besar justru terletak
pada aktor yang terlibat di dalamnya, bukan hanya pada pimpinannya, tapi juga
terletak pada bawahan- bawahannya (pegawai)
Faktor
lingkunagan juga ikut mempengaruhi munculnya masalah- masalah manajemen
kepegawaian pada sektor publik, faktor lingkungan yang saya maksud yaitu
meliputi:
·
Sistem politik
·
Kondisi perekonomian nasional
·
Globalisasi
·
Faktor sosial budaya
·
Dan lain- lain.
Upaya
yang direkomendasikan
Rhenald Kasali bukunya berjudul “Change” mengemukakan ada beberapa
karakterisitik
tentang manjemen perubahan, sebagai berikut :
1. Perubahan
begitu misterius karena tidak mudah dipegang.
2. Perubahan
memerlukan Change Makers, rata-rata orang yang menciptakan perubahan tidak
bekerja sendiri, dan punya keberanian yang luar biasa.
3. Tak semua
orang bisa diajak melihat perubahan.
4. Perubahan
terjadi setiap saat, karena itu perubahan harus dilakukan setiap saat pula.
5. Ada sisi
keras dan sisi lembut dari perubahan. Sisi keras termasuk masalah uang
danteknologi, sisi lembut menyangkut manusia dan organisasi.
6. Perubahan
membutuhkan waktu, biaya dan kekuatan.
7. Dibutuhkan upaya-upaya
khusus untuk menyentuh nilai-nilai dasar organisasi.
8. Perubahan
banyak diwarnai oleh mitos-mitos. Salah satunya adalah mitos bahwa perubahan
akan selalu membawa kemajuan atau perbaikan instant.
9. Perubahan
menimbulkan ekspektasi yang menimbulkan getaran emosi, harus diimbangi dengan
harapan.
10. Perubahan
selalu menakutkan dan menimbulkan kepanikan.
Dari berbagai pandangan pribadi maupun pandangan berbagai pakar yang saya
kutip pada bab- bab sebelumnya, serta memperhatikan isu- isu faktual terkait permasalahan
dalam manajemen kepegawaian di Indonesia, upaya yang dapat saya rekomendasikan
anatara lain:
·
Evaluasi sistem secara keseluruhan, mencari sumber
yang benar- benar menjadi penyakit bagi sistem lain yang terkait.
·
Harus ada benchmark yang dapat dijadikan patokan untuk
memperbaiki citra birokrasi.
·
Dari semua permasalahan yang muncul terkait masalah kepegawaian, yang
paling “urgent” untuk diperbaiki adalah sistem pengadaannya (remunerasi)
Pengadaan pegawai negeri selama ini masih dicap
“nepotism”, tidak bersih, tidak netral. Harus ada pengawasan yang benar- benar
ketat untuk meningkatkan akuntabilitas serta netralitas sistem remunerasi.
·
Setelah sistem remunerasi berjalan dengan baik, bersih
dan netral sesuai ketentuan yang berlaku, yang harus diperbaiki selanjutnya
adalah “job placement” atau penempatan pegawai. Pegawai harus diposisika pada
jabatan yang benar- benar sesuai dengan kompetensinya, seperti yang kita
ketahui, banyak sekali posisi yang ditempati para pegawai, sangat bertolak
belakang dengan background pendidikannya. Hal ini jika dibiarkan, maka akan
mengaburkan pencapaian tujuan instansi yang diharapkan dapat efektif dan
efisien.
·
Apabila pegawai sudah berada pada posisi yang sesuai
dengan kompetensinya, maka diperlukan adanya penilaian kinerja yang
berkelanjutan, dan tidak pandang sebelah. Prinsipnya objektif, bukan subjektif.
Pihak terkait harus memaksimalkan kinerjanya dalam penilaian pegawai negeri,
misalnya : inspektorat.
·
Sistem yang perlu dibenahi, selain rekrutmen, job
placement dan penilaian kinerja yaitu sistem remunerasi ( penggajian pegawai)
Seperti yang kita ketahui, sistem penggajian PNS yang
berlaku di Indonesia saat ini hanya berdasar atas golongan dan pangkat.
Mengabakan prestasi karyawan, mengabaikan sistem “reward and punishment”
Antara pegawai yang kinerjanya baik dengan pegawai
yang kinerjanya buruk, dengan pangkat dan golongan yang sama akan memperoleh
gaji yang sama. Apakah ini adil? Tentu tidak, hal ini tidak bisa memotivasi
pegawai yang mempunyai prestasi kerja tinggi untuk lebih meningkatkan
kinerjanya.
·
Perlu adanya sistem informasi dengan memanfaatkan
teknologi informasi yang memadai, untuk sistem penilaian kinerja pegawai
negeri. Harus dirancang database untuk menyimpan data- data terkini PNS,
sehingga sistem penilaiannya bisa lebih akurat. Orang pandai di negeri ini
jumlahnya sangat banyak, untuk membuat sistem seperti ini saya rasa bukan hal
yang teralu rumit, yang jadi maslahnya adalah penginput datanya. Harus orang
uyang profesional dan benar- benar jujur, sehingga data- data yang tersaji juga
akurat.
·
Perlu kesadaran pribadi untuk membenahi sistem
kepegawaian yang berpenyakit ini, meningkatkan “sense of belonging” dari dalam
setiap diri individu, menyadari bahwa membangun negara adalah kewajiban setiap
warga negara, karena semuanya akan kembali lagi ke kita semua. Rendahnya
moralitas serta nasionalisme sangat berpengaruh dalam masalah yang seringkali
mencuat. Baik dalam tataran pemimpin maupun pegawai.