Selasa, 13 Desember 2011

Hubungan diplomatik Indonesia dengan Asia Timur


Dinamika hubungan Indonesia dengan negara- negara Asia Timur
Hubungan perpolitikan luar negeri Indonesia dengan negara- negara Asia Timur, dalam paper ini lebih difokuskan pada negara China dan Jepang, dimana dua negara ini dapat dikatakan memiliki peran yang signifikan terhadap politik luar negeri Indonesia.
Hubungan diplomatik indonesia dengan China banyak mengalami pasang surut, terkait upaya- upaya normalisasi. Retaknya hubungan diplomatik tersebut karena peristiwa G-30 S PKI tahun 1967 dan minoritas China di Indonesia.Setelah 23 tahun hubungan tersebut beku, mulai muncul upaya- upaya untuk melalkukan normalisasi. Hubungan diplomatik Jakarta- Beijing diawali dengan kunjungan Menlu Ali Alantas ke Ohina pada bulan Juli 1990.
Indonesia melihat China tak hanya sebagai ancaman domismeestik, tapi juga sebagai ancaman regional terhadap ASEAN dengan paham komunismenya. Tapi Indonesia tidak bisa lepas dari peran China, terutama dalam kasusnya dengan kamboja, yang dinilai akan menambah ruang gerak Indonesia. Upaya tersebut misalnya, adanya pembicaraan antara Menlu Mochtar dan Menlu Wu Xueqian selama peringatan KAA ke 50, yang juga membahas masalah Kamboja. Secara garis besar, ada 2 periode dalam normalisasi hubungan China dan Indonesia, yaitu:
·         Periode pertama, tahun 1970-1977. Yang lebih menonjol yaitu penolakan dari Indonesia untuk segera melakukan normalisasi, karena belum dirasa tuntas masalah ancaman komunisme dan minoritas China.
·         Periode Kedua,  tahun 1977-1988. Pada periode ini, mulai menonjolkan aspek ekonomi. Perhatian untuk menjajagi kembali kemungkina pembukaan hubungan dagang langsung dengan RRC muncul kembali setelah Menlu Mochtar Kusuma Atmaja menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu mencurigai mereka yang berdagang dengan RRC.
(Sukma, Rizal. 1994)
Setelah melewati dua periode penting ini, hubungan perpolitikan Indonesia- China mengalami banyak perbaikan, terutama peningkatan kerjasama perdagangan yang tentunya harus menguntungkan kedua belah pihak.
            Dinamika hubungan Indonesia dengan Jepang sudah berjalan cukup lama, lebih dari 35 tahun dan pernah juga mengalami pasang surut. Dijelaskan oleh Bantarto Bandoro (1994), hubungan Indonesia - Jepang memiliki kecenderungan- kecenderungan yang terbagi dalam 2 periode, yaitu:
1.      Dasawarsa 1960an dan 1970an.
pada dasawarsa ini Indonesia masih sedikit ragu terhadap hubungan diplomatiknya dengan jepang. Indonesia masih menganggap Jepang sebagai sumber bantuan sekaligus sebagai sumber ancaman. Mulanya hubungan diplomatik tersebut tidak dinilai sebagai suatu ancaman bagi kemerderkaan Indonesia, tetapi pada pertengahan tahun 1960-an, setelah beberapa elit politik luar negeri Indonesia kembali dari kunjungan mereka ke Jepang, mereka tidak hanya terkesantetapi juga khawatir akan kekuatan Jepang yang dapat mendorongnya untuk melakukan ekspansionisme.
(Bandoro, Bantarto. 1994)
Dinilai sebagai ancaman, karena Jepang mempunya potensi teknologi dan kekuatan militer yang besar, dikhawatirkan hal ini akan mengancam stabilitas kawasan Asia Tenggara.
2.      Dasawarsa 1980-an.
Hubungan diplomatik Indonesia- Jepang pada periode ini sudah semakin matang, ditandai dengan adanya pertemuan- pertemuan serta ditandatanganinya perjanjian- perjanjian kerjasama, terutama dalam aspek ekonomi.
Menurut Bantarto (1994), Persoalan investasi, perdagangan, alih teknologi dan bantuan keuangan Jepang kepada Indonesia adalah beberapa persoalan yang menonjol selama dasawarsa 1980-an. Tidak hanya persoalan itu, Indonesia- Jepang juga memperluas hubungan tersebut kedalam aspek- aspek lain. Peningkatan kualitas hubungan diplomatik tersebut juga disadari akan membawa sumbangan berarti bagi kawasan regionalnya.

Kepentingan Indonesia terhadap negara- negara Asia Timur
            Hubungan antara Indonesia dengan negara- negara Asia Timur dijalankan dengan mengoptimalkan keuntungan kedua belah pihak. Secara garis besar, kepentingan yang hendak dicapai Indonesia lebih berfokus pada 3 aspek mendasar, yaitu:
a.    Ekonomi
Sudah sangat jelas bahwa aspek ekonomi merupakan aspek yang sangat signifikas dalam hubungan Indonesia dengan negara- negara lain, tak terkecuali dengan negara- negar Asia Timur yaitu China dan jepang. dari China, Indonesia dapat mengimport hasil- hasil industri ringan, tidak hanya mengimport tapi Indonesia juga mengekspor bahan- bahan mentah ke China. Sedangkan dari jepang, Indonesia  melirik kemampuan teknologi jepang yang  sangat potensial untuk mengolah sumber- sumber ekonomi di Indonesia.
Perdagangan antara Indonesia dan jepang merupakan contoh dimana dua ekonomi nasional dapat saling Mendukung dan melengkapi. Indonesia merupakan sumber bahan mentah untuk industri jepang, sementara produk- produk Jepang dapat dipasarkan di Indonesia.
(Bandoro, Bantarto. 1994)
b.    Stabilitas Keamanan
Letak Indonesia yang sangat strategis serta sebagai nehara kepulauan terbanyak bisa mengancam integritas nasional. Dalam aspek stabilitas keamanan, hubungan diplomatik Indonesia dan China tidak hanya untuk kepentingan domestik, tapi juga untuk kepentingan regional terkait dengan letak Indonesia dan China yang sama- sama berada di kawasan Asia pasifik. Arti china juga nampak dalam peranannya dalam membantu menyelesaikan kasus Kamboja. Peranan China merupakan faktor kunci yang sangat mempengaruhi proses penyelesaian damai konflik Kamboja. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, faktor bantuan militer China kepada Khmer Merah, dukungan Vietnam kepada rezim Hun Sen, dan konflik RRc dengan Vietna seringkali mempersulit upaya kompromi diantara faksi- faksi yang bertikai. (Sukma, Rizal. 1994)
Tapi muncul juga kekhawatiran bahwa China melakukan hubungan baik dengan indonesia karena ingin mengintervensi dan memainkan percaturan politik di ASEAN.
c.    Politik
Aspek politik fokusnya memang tidak sebesar aspek ekonomi dan stabilitas keamanan kawasan domestik maupun regional. Hubungan Indonesia dengan China memang sebagian besar terfokus pada aspek ekonomi, dalam aspek politik, indonesia masih mengkhawatirkan paham komunisme yang bisa mengancam eksistensi pemerintah Indonesia serta integritas nasionalnya. Lain halnya dengan Jepang, aspek politik mempunyai porsi yang lebih besar daripada porsi yang diperoleh dari China. 
Hubungan diplomatik dalam kerangka politik Indonesia- Jepang lebih banyak dilakukan dalam dalam lingkup ASEAN. Selain itu hubungan dalam bidang itu dikaitkan dengan usaha Indonesia untuk mengembangkan adaptasi independen terhadap tantangan- tantangan yang sama yang muncul dalam lingkungan mereka. (Bandoro, Bantarto. 1994)

Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan politik luar negeri antara indonesia dan Asia Timur, terutama dengan China dan jepang memberi dampak yang cukup luas bagi kepentingan domestik maupun regional, terutama aspek pembangunan ekonomi seperti yang dipaparkan diatas.



Daftar Pustaka:
Bandoro, Bantarto, 1994. "Beberapa Dimensi Hubungan Indonesia-Jepang dan Pelaporan untuk   Indonesia", dalam Bantarto Bandoro [ed], Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama   Orde Baru, Jakarta, CSIS, hlm. 93-124.
Sukma, Rizal, 1994. "Hubungan Indonesia-Cina: Jalan Panjang Menuju Normalisasi", dalam         Bantarto Bandoro [ed], Hubungan Luar Negeri Indonesia Selama Orde Baru, Jakarta, CSIS, hlm. 57-92.

Selasa, 29 November 2011

POLITIK LUAR NEGERI RI PADA MASA PEMERINTAHAN SBY

Arah kebijakan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan SBY-JK dan SBY –budiono tidak lagi mengacu pada GBHN, hal ini mendorong agar SBY harus lebih proaktif dalam menentukan jalannya perpolitikan di kancah internasional. Tujuan politik luar negeri RI masa pemerintahan SBY antara lain, pertama Meningkatkan peranan Indonesia di dunia Internasional dalam rangka membina dan meningkatkan persahabatan dan kerjasama yang saling bermanfaat antara bangsa-bangsa. Dalam hal ini upaya yang sudah ditempuh antara lain aktif dalam keanggotaan ASEAN, SBY sadar bahwa sebagai Negara anggota ASEAN, kita Negara Indonesia harus mampu bertetangga dengan baik terhadap Negara lain. Dalam mottonya “thousand friends, zero enemy” ditekankan bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang cinta damai, dengan tegas menentang keras segala macam bentuk penjajahan di dunia, meskipun banyaknya kritik yang timbul terhadap motto ini, karena SBY dipandang kurang tegas terhadap ancaman yang timbul dari luar. Tujuan kedua yaitu Memperkokoh  persatuan dan kerjasama ekonomi melalui kerjasama- kerjasama dagang maupun pertukaran barang. Secara ekonomi, hubungan Indonesia dengan Australia, Timor Leste, Papua Newgini, Selandia Baru, Haiti dan Philipina sangat berarti bagi perluasan pasar produk Indonesia dan juga secara politik akan menguntungkan, sebab peran negara-negara tersebut terhadap eskalasi separatisme sangat besar, terutama Australia dan Papua Newgini di Papua, Timor Leste di NTT, Philipina di Myangas  (La Palmas)dan lain- lain.
Tujuan ketiga yaitu Meningkatkan kerjasama antar negara untuk menggalang perdamaian dan ketertiban dunia demi kesejahteraan umat manusia berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial. Jadi untuk melaksanakan tujuan- tujuan tersebut harus berdasar atas nilai- nilai keadilan.
Di bidang kerjasama internasional, kinerja yang dicapai SBY antara lain:
• Penyelesaian masalah perbatasan. Misalnya perbatasan dengan Malaysia, dan Timor Leste.Sedangkan dengan Papua Nugini masih dalam tahap perundingan.
• Dukungan Indonesia kepada Palestina dalam konflik mereka dengan Israel, dipastikan membawa nuansa positif dan penting bagi kinerja politik luar negeri Indonesia yang mulai pro aktif dan high profile dalam usaha turut menciptakan perdamaian dunia.
• Kerjasama ASEAN juga terus ditingkatkan. Dalam kerjasama ekonomi internasional, Indonesia terus mengikuti berbagai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) seperti KTT APEC XII, KTT ASEAN, KTT Tsunami dan KTT Asia Afrika.
• Yang tak kalah penting adalah kunjungan-kunjungan presiden dan wakil presiden ke luar negeri telah menghasilkan berbagai kesepakatan kerjasama di bidang ekonomi, khususnya investasi dan perdagangan.

Tujuan lainnya yaitu peningkatan kepedulian, keberpihakan, dan perlindungan bagi warga negara Indonesia di luar negeri. Satu-dua tahun terakhir, pelaksanaan kebijakan luar negeri memasuki tataran orientasi yang lebih membumi dengan meningkatnya sentuhan kepentingan publik. Seperti yang kita semua ketahui, jumlah warga negara Indonesia yang berada di luar negeri jumlahnya tidak sedikit, ini perlu menjadi perhatian khusus bagi pemerintah, terutama terhadap perlindungan hak- hak warga negara di luar negeri.
Terkait dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif, disini SBY melakukan redefinisi. Meski Indonesia mengalami beberapa kali pergantian pemerintahan dan perubahan system politik, konsep politik bebas aktif tidak pernah berubah dan tetap menjadi prinsip utama dalam kebijakan luar negeri Indonesia.  Namun timbul pertanyaan, apa arti politik bebas aktif itu dimasa kini ?
Hal itu kata SBY perlu dipertanyakan karena kondisi dunia saat ini sangat jauh berbeda dibandingkan dengan kondisi dunia para pendahulu. Masalah yang dulu belum ada, saat ini menjadi isu penting seperti terorisme internasional dan globalisasiIndonesia kata SBY saat ini tengah “Mengarungi Samudera yang Bergejolak”. Oleh karenanya kita memerlukan kebijakan politik luar negeri yang bisa membantu kita melewati gejolak itu.

Referensi: Harus Bisa: Seni memimpin ala SBY Oleh Dr. Dino patti Djalal
(2008: Red and White Publishing)

Sabtu, 19 November 2011

study hard, work hard, pray hard

aku belajar, untuk memaknai arti dalam setiap tragedi.
arti dari suatu pengorbanan,
arti dari suatu ketulusan
dan arti dari suatu kejujuran.

Aku belajar dari setiap detik waktu yang terlewat,
setengah detikpun yang akan menentukan menit
setengah menit yang akan menentukan jam
dan rasio yang terus akan bertambah

aku tak akan bisa mengulangnya,
karna ini adalah untuk esok
karna esok adalah untuk selamanya
dan karena waktu tak akan bisa kuputar ulang

aku yang masih belajar,,dan terus akan belajar
untuk esok yang lebih baik.

Rabu, 16 November 2011

mereka dan hanya mereka

aku rindu jeritan2 kecil itu,
aku rindu saat2 romantis bersama mereka
dalam cengkerama yang hangat
sesekali mataku berkaca- kaca
rasa cemas selalu menelusup dalam hati ini.
semoga mereka dalam lindunganmu ya Rabb

Selasa, 15 November 2011

Landasan idiil, konstitusional dan operasional politik luar negeri RI

Dalam pelaksanaan politik luar negeri oleh pemerintah Republik Indonesia, ada beberapa landasan yang digunakan. Adanya pergantian periode pemerintahan mengakibatkan pemaknaan yang bervariasi terhadap prinsip- prinsip yang menjadi landasan dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia.
Landasan idiil politik luar negeri Indonesia yaitu Pancasila, dimana kedudukannya disini juga sebagai dasar negara. Sumber dari semua konstitusi yang ada di Indonesia. Pancasila memuat lima sila, yang didalamnya terkandung semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, semua kebijakan yang diambil oleh pemerintah tidak boleh menyimpang dari nilai- nilai Pancasila. Nilai- nilai dalam sila pancasila itu sendiri mencakup seluruh sendi kehidupan manusia, yang substansinya bahwa suatu negara haruslah mensejahterakan kehidupan bangsa.
Undang- Undang Dasar 1945 diposisikan sebagai landasan konstitusional pelaksanaan politik luar negeri indonesia, terutama tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Seperti yang kita ketahui, 4 tujuan pokok negara indonesia yaitu:
1.      Melindungi segenap bangsa
2.      Memajukan kesejahteraan umum
3.      Mencerdaskan kehidupan bangsa
4.      Ikut melaksanakan ketertiban dunia
Disini sudah cukup jelas bahwa Indonesia sebagai negara yang merdeka turut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia di kancah internasional melalui politik luar negeri. Melalui politik luar negeri Indonesia, yang diharapkan yaitu tercapainya kepentingan nasional Indonesia.
Sedangkan landasan operasional politik Indonesia, setiap periode pemerintahan mempunyai landasan yang berbeda- beda. Landasn operasional di masa Orde Lama yaitu dinyatakan melalui pidato- pidato presiden Soekarno. Salat satu maklumatnya yaitu, maklumat politik pemerintah tanggal 1 November 1945 yang sebagian besar berisi prinsip- prinsip kebijakan hidup bertetangga yang baik dengan negara- negara tetangga di kancah internasional.
Landasan operasional politik bebas aktif pada tahun 1950-an mengalami generalisai, dinyatakan oleh Soekarno melalui pidatonya pada 17 Agustus 1960 berjudul “ Jalannya revolusi Kita” dimana politik bebas aktif harus diimplementasikan secara baik dalam hubungan ekonomi dengan negara lain, bebas aktif harus diartikan tidak berat sebelat. Tidak lebih condong ke Blok Barat ( Amerika) atau Blok Timur ( Uni Soviet). Tujuan  politik luar negeri Indonesia pada era ini yaitu termaktub dalam keputusan Dewan Pertimbangan Agun g No.2/ kpts/ sd/I/61 tanggal 19 januari 1961 yang secara garis besar terdapat tiga tujuan pokok, yaitu mengabdi pada perjuangan untuk kemerdekaan nasional Indonesia, mengabdi pada perjuangan untuk kemerdekaan nasional dari seluruh bangsa di dunia dan mengabdi pada perjuangan untuk membela perdamaian dunia.
Pada masa Orde baru, terdapat peraturan- peraturan formal untuk mempertegas politik luar negeri Indonesia, peraturan formal tersebut antara lain:
·         Ketetapan MPRS No. XII/MPRS/ 1966 tanggal 5 juli 1966 yang berisi tentang penegasan landasan kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia.
·         Ketetapan MPR tanggal 22 Maret 1973 yang berisi tentangpemantapan stabilitas wilayah Asia Tenggara dan Pasifik barat Daya serta pengembangan kerjasama dengan semua negara dan badan- badan internasional serta membantu memperjuangkan kemerdekaan negara yang belum merdeka.
·         Petunjuk presiden 11 April 1973 yang berisi penjabaran Ketetapan MPR tanggal 22 maret 1973 tersebut diatas. Isinya secara garis besar yaitu upaya- upaya yang perlu dilakukan untuk menjalankan prinsip politik luar negeri Bebas Aktif.
Selain peraturan- peraturan formal diatas, masih ada beberapa peraturan lainnya yang secara umum berisi upaya- upaya dalam mengoptimalkan pelaksanaan politik luar negeri Bebas Aktif .

KEMAMPUAN HUKUM

Keterpurukan, carut-marut, dan lain-lain potret negatif, yang sering dialamatkan kepada hukum di daerah ini ada bahkan daerah ini, justru menjadikan Indonesia sebagai laboratorium hukum.
Di sini tampil pergulatan antara hukum dan aneka kekuatan lain di masyarakat. Kita didorong untuk mengajukan berbagai pertanyaan kritis, tajam, dan mendasar mengenai tempat dan bekerjanya hukum dalam masyarakat.
Kita berbicara tentang keadaan luar biasa, suasana darurat, dan lainnya. Tentu saja itu membutuhkan respons aksi luar biasa dan progresif. Jika kita tetap menjalankan hukum secara "biasa-biasa", itu bukan jawaban tepat untuk menghadapi keluarbiasaan itu.
Secara umum Indonesia tidak dalam keadaan "biasa-biasa" (normal), di mana hukum (legislatif, eksekutif, yudikatif) sudah menjadi pekerjaan rutin seperti mesin.
Keadaan di Indonesia amat berbeda. Hukum bagai duduk di atas bara api. Setiap saat hukum seperti mengalami referendum, hukum yang selalu digugat. Hukum bukan lagi mesin otomaton yang bekerja linier, tetapi institut yang penuh gejolak. Suasana bergejolak itu mencerminkan adanya sesuatu yang kurang dalam menjalankan hukum. Orang menggeruduk masuk ruang sidang pengadilan, berteriak, marah, bertepuk tangan. Hakim dikejar-kejar dan harus menyelamatkan diri. Kepercayaan dan penghormatan terhadap hukum amat rendah.
Saat orang berpaling kepada hukum, maka yang dilontarkan adalah aneka pertanyaan ketidakpuasan, seperti "di mana hukum?", "apa yang selama ini dilakukan?", "apakah hukum masih berguna?". Hukum Indonesia benar-benar sedang digugat.
Berbagai pertanyaan tajam itulah yang mengantar Indonesia menjadi laboratorium par exellence. Kita didorong untuk memikirkan kembali tempat dan bekerjanya hukum di masyarakat. Interaksi antara hukum dan politik, ekonomi serta sosial tampak nyata. Sekalian pertanyaan itu harus dijawab.
Kita harus berani memberi solusi, dengan keluar dari pemikiran konvensional. Terbuka peluang besar untuk berpikir dan bertindak "di luar pakem" atau out of the box thinking. Apakah penegakan hukum sekadar menerapkan teks? Tidak! Secara progresif kita harus menguji sampai sejauh mana kemampuan teks itu. Pengalaman di Indonesia menunjukkan, para koruptor lolos karena kita lebih bermain-main dengan teks.
Penegakan hukum bukan menerapkannya bak mesin. Penegakan hukum melibatkan effort, memeras energi, pikiran, dan keberanian untuk menjelajahi lorong-lorong lain dan secara progresif menguji batas kemampuan hukum.
Hukum bukan hanya teks, di baliknya menyimpan kekuatan. Undang-Undang Korupsi menyimpan kekuatan untuk memberantas korupsi. Meski demikian, kekuatan itu tidak serta-merta terbaca, tetapi kita perlu secara progresif menggali dan memunculkannya. Dalam kata- kata Paul Scholten, "het is in de wet, maar het moet nog gevonden worden" (ia sudah ada dalam undang-undang, tetapi masih harus ditemukan/dimunculkan).
Para jaksa dan hakim merupakan garda terdepan untuk secara progresif berani menguji sejauh mana batas kemampuan undang-undang itu. Penegakan hukum adalah usaha untuk memunculkan kekuatan/ kemampuan hukum. Ini membutuhkan keberanian, energi, imajinasi, dan kreativitas. Hukum akan menjadi lebih "bergigi" jika penegak hukum berani menyelam lebih dalam, menemukan kekuatan hukum terpendam itu.
Jika hakim agung Bismar Siregar lebih memilih keadilan daripada undang-undang, sebenarnya ia telah melakukan pengujian terhadap batas kemampuan hukum. Keadilan yang tertimbun teks harus dimunculkan kembali. Hakim agung Adi Andojo Soetjipto berani mengambil risiko untuk menguji batas kemampuan undang-undang saat mendakwa sejawatnya melakukan kolusi. Hakim tinggi (saat itu) Benyamin Mangkudilaga menambah panjang barisan hakim yang tidak sekadar menerapkan undang-undang secara harfiah, tetapi berani menguji batas kemampuan hukum saat mengalahkan pemerintah dalam kasus majalah Tempo.
Menghadapi krisis sekarang ini, rupanya kita perlu mengubah cara kita berhukum dari "membaca-dan-menerapkan- teks" menjadi penegakan hukum progresif yang "menguji-batas-kemampuan- teks". Mudah-mudahan, dengan perubahan cara berhukum menjadi progresif, kepercayaan dan penghormatan terhadap hukum dapat dipulihkan. (*)


Hak Amnesti dan Abolisi Presiden

a)      Amnesti
Amnesti (dari bahasa Yunani, amnestia) adalah sebuah tindakan hukum yang mengembalikan status tak bersalah kepada orang yang sudah dinyatakan bersalah secara hukum sebelumnya. Amnesti diberikan oleh badan hukum tinggi negara semisal badan eksekutif tertinggi, badan legislatif atau badan yudikatif.
Di Negara Indonesia, amnesti merupakan salah satu hak presiden di bidang yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembagian kekuasaan.
Beberapa definisi dari amnesti antara lain:
·         pengampunan atau penghapusan hukuman yg diberikan kepala negara kpd seseorang atau sekelompok orang yg telah melakukan tindak pidana tertentu
·         suatu pernyataan terhadap orang banyak yang terlibat dalam suatu tindak pidana untuk meniadakan suatu akibat hukum pidana yang timbul dari tindak pidana tersebut.
·         Amnesti ini diberikan kepada orang-orang yang sudah ataupun yang belum dijatuhi hukuman, yang sudah ataupun yang belum diadakan pengusutan atau pemeriksaan terhadap tindak pidana tersebut.
b)     Abolisi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, abolisi:
Penghapusan terhadap seluruh akibat penjatuhan putusan pengadilan pidana kepada seseorang terpidana, terdakwa yang bersalah melakukan delik.
1.         peniadaan peristiwa pidana;
2.         penghapusan (perbudakan di Amerika);
·            meng·a·bo·li·si·kan v menghapuskan, membatalkan, atau mengakhiri (tt perbudakan dsb)

Beberapa definisi dari abolisi antara lain:
·         suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara, dimana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap perkara tersebut.
·         suatu keputusan untuk menghentikan pengusutan dan pemeriksaan suatu perkara, di mana pengadilan belum menjatuhkan keputusan terhadap perkara tersebut.
·         Seorang presiden memberikan abolisi dengan pertimbangan demi alasan umum mengingat perkara yang menyangkut para tersangka tersebut terkait dengan kepentingan negara yang tidak bisa dikorbankan oleh keputusan pengadilan.

Adapun perbedaan antara amnesti dan abolisi itu ialah:
a. Dengan pemberian amnesti maka semua akibat terhadap orang-orang yang
    dimaksud diatas itu dihapuskan;
b. Dengan pemberian abolisi maka penuntutan terhadap orang-orang itu
    ditiadakan.
Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 Tanggal 27 Desember 1954
Pasal 1
Presiden, atas kepentingan Negara, dapat memberi amnesti dan abolisi kepada
orang-orang yang telah melakukan sesuatu tindakan pidana. Presiden memberi amnesti
dan abolisi ini setelah mendapat nasihat tertulis dari Mahkamah Agung yang
menyampaikan nasihat itu atas permintaan Menteri Kehakiman.

Senin, 14 November 2011

Bersama Sahabat

Disini aku tak sendiri,ada mereka yang selalu ada buat aku..aku punya mereka, karena tanpa mereka mungkin saja aku terpuruk dalam lorong gelap,dimana aku merasa sepi.  makasih kawand,,kalian berarti dalam hidupku, dalam langkahku meniti jalan berliku untuk menuntut ilmu :)