Sabtu, 27 April 2013

“Agroindustri Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat Petani Di Daerah Pedesaan”




Oleh: Nurul Hidayah
Seiring perkembangan jaman serta semakin pesatnya peradaban yang berdampak pada globalisasi dalam seluruh aspek kehidupan manusia, setiap negara di belahan dunia dituntut untuk semakin lincah  dalam melakukan pembangunan agar lebih kompetitif dalam derasnya arus persaingan internasional serta untuk menunjukkan eksistensinya di kancah internasional maupun untuk menunjang pembangunan berkelanjutan (sustainability development). Pembangunan dipahami sebagai suatu konsep yang komprehensif terhadap segala sektor, yaitu sektor ekonomi, sosial,hukum, politik, budaya, sosial dan sektor krusial lainnya.
Pemahaman terhadap pembangunan seringkali diidentikkan dengan pembangunan ekonomi, karena unsur ekonomi memang menentukan kelancaran proses pembangunan melalui ketersediaan risorsis- risorsis ekonomi. Konsep GNP (Gross National Product) dan GDP (Gross Domestic Product) belum cukup untuk melihat sejauh mana pembangunan ekonomi suatu negara. Todaro dalam Lincolin Arsyad (2005) mengatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi ditandai oleh 3 nilai pokok, yaitu (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, (2) menigkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia, serta (3) meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memilih, yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Bahkan PBB menempatkan penghapusan kemiskinan dan kelaparan pada urutan pertama dalam Millenium Development Goals (MDGs) yang dicanangkan pada tahun 2000, yang memuat delapan tujuan pembangunan milenium.
Di era desentralisasi dewasa ini, masalah perekonomian menjadi salah satu permasalahan mendasar yang dijadikan pertimbangan serta arahan- arahan kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah daerah, terutama jika dikaitkan dengan desentralisasi fiskal. Daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengelola rumah tangganya sendiri, termasuk juga terkait perekonomian daerah. Sebagaimana dijelaskan dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa mela­lui otonomi luas, daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan, keis­timewaaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Problem dalam pembangunan perekonomian daerah seringkali dikaitkan dengan tingginya angka kemiskinan. Kemiskinan masih bertengger sebagai salah satu masalah yang sangat berpengaruh terhadap kesejahteraan serta keberlangsungan hidup masyarakat. Daerah otonom dituntut mampu mengoptimalkan potensi- potensi daerah yang dimiliki, sehingga  daerah tersebut lebih mandiri dan mempunyai daya saing tinggi dalam menghadapi tantangan di dunia global. Lincolin Arsyad (2005) menjelaskan bahwa masalah pokok yang terjadi dalam proses pembangunan daerah terletak pada penekanan terhadap kebijakan- kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik secara lokal.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Pusat pada tahun 2010, sebanyak 10,72 persen dari penduduk indonesia, hidup dibawah garis kemiskinan di daerah perkotaan sedangkan persentase penduduk miskin di daerah pedesaan jumlahnya hampir dua kali lipat, yaitu 17,35 persen. Penduduk miskin di pedesaan mayoritas adalah masyarakat dengan mata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian memang sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, apalagi jika dikaitkan dengan tingginya tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang masih rendah. Melihat perbandingan jumlah masyarakat miskin yang hidup di daerah pedesaan dengan di daerah perkotaan, masalahnya justru kenapa kebijakan yang diambil pemerintah lebih banyak berorientasi pada sektor- sektor manufaktur di daerah perkotaan. Perhatian pemerintah untuk pengentasan kemiskinan masih terlihat parsial, dan kurang tepat sasaran. Sektor pertanian seringkali dipandang sebelah mata, padahal fakta empiriknya justru angka kemiskinan tertinggi ada pada masyarakat yang bergelut di sektor ini.
Pembangunan daerah berbasis kebijakan yang pro-poor harus melihat substansi masalah yang benar- benar terjadi di lapangan. Apabila pemerintah ingin mengentaskan angka kemiskinan, maka hendaknya dilihat angka kemiskinan paling banyak berada di titik mana, karena seringkali pemerintah merumuskan masalah yang salah daripada menerapkan solusi yang salah, sehingga kebijakan yang dibuat oleh pemerintah seringkali salah sasaran. Berdasarkan konsideran Pasal 6 TAP MPR dalam Isran Noor (2012) Dijelaskan bahwa pengelolaan sumber daya agraria dan sumber daya alam yang adil, berkelanju­tan, dan ramah lingkungan harus dilakukan dengan cara terkoordinasi, terpadu dan menampung dinamika, aspirasi dan peran serta masyarakat, serta menye­lesaikan konflik;
Untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing dari sektor pertanian maka dibutuhkan kolaborasi yang sinergis antara sektor pertanian dan sektor industri yaitu melalui pembangunan dan perluasan agroindustri. Kolaborasi dengan sektor industri melalui industrialisasi akan meningkatkan nilai tambah bagi hasil- hasil pertanian serta dapat menyerap tenaga kerja. Diperlukan pembangunan agroindustri yang berbasis kerakyatan, yang sepenuhnya berorientasi pada masyarakat petani, untuk mengoptimalkan hasil pertanian, serta agar mampu menyerap tenaga kerja untuk mengurangi angka pengangguran, sehingga Pemerintah Daerah punya andil yang cukup besar dalam menentukan arahan kebijakan terkait pembangunan serta pengembangan sektor agroindustri.
World Development Report (WDR) dari Bank Dunia menyatakan bahwa pembangunan pada sektor pertanian merupakan alternatif sekaligus strategi terbaik untuk mengentaskan kemiskinan di daerah pedesaan di negara- negara berkembang. WDR juga menyatakan bahwa pembangunan serta perbaikan- perbaikan pengelolaan pada sektor pertanian merupakan cara yang paling efektif untuk peningkatan income petani miskin di pedesaan. Lebih jauh lagi, Soekartawi (2000) menjelaskan bahwa pembangunan agroindustri sebagai salah satu lanjutan dari pembangunan pertanian. Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agroindustri merupakan suatu upaya yang sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu menarik dan mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian, menciptakan struktur perekonomian yang tangguh, efisien, dan fleksibel, menciptakan nilai tambah, meningkatkan lapangan pekerjaan, dan memperbaiki pembagian pendapatan masyarakat.
Salah satu perspektif dalam perkonomian nasional, dimana dikatakan bahwa pertanian layak dijadikan sektor andalan dalam perekonomian nasional. Faisal Kasryno dan Nizwar Syafaat (2000) lebih jauh menjelaskan bahwa perspektif pertanian sebagai sektor andalan perekonomian nasional dapat dilihat dari kelayakannya sebagai sektor andalan. Dijelaskan pula kriteria suatu sektor dapat menjadi sektor andalan yaitu: (1) Tangguh; (2) Progresif; (3) Strategis; (4) Artikulatif dan (5) Artikulatif.
Pembangunan di sektor agroindustri melalui kebijakan- kebijakan pemerintah yang berorientasi pada para petani kecil diharapkan dapat membantu memecahkan masalah kemiskinan. Kebijakan tersebut bukan hanya dalam bentuk blue print saja, akan tetapi harus diimplementasikan dalam suatu program yang terencana serta melibatkan seluruh stakeholder yang menjadi sasaran kebijakan. Melalui adanya intervensi Pemerintah Daerah dalam pengembangan sektor agroindustri, diharapkan dapat membantu percepatan pembangunan sektor agroindustri serta percepatan dalam penyerapan tenaga kerga di Kabupaten Pacitan, karena sektor pertanian mampu menampung tenaga kerja dengan jumlah yang banyak, terutama bagi masyarakat di pedesaan dengan tingkat pendidikan yang masih cukup rendah.


Daftar Pustaka:
Arsyad, Lincolin. 2005. Pengantar Perencanaan Ekonomi Daerah, BPFE- Yogyakarta:
       Yogyakarta.
Kasryno, Faisal dan Nizwar Syafa’at. 2002. Perspektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan
        Dalam Era Otonomi Daerah, Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian Departemen
        Pertanian dan Kehutanan : 2000.
Noor, Isran. 2012. Politik Otonomi Daerah Untuk Penguatan NKRI, Jakarta: Seven
       Strategic Studies.
Soekartawi. 2000. Pengantar Agroindustri, Raja Grafindo Persada : Jakarta.
UU No 32 Tahun 2004